Kambing Qurban, Sebuah Kado Untuk Nenek

Gema takbir, tahlil dan tahmid bergema dipenjuru Kota Bima sejak sore terdengar begitu syahdunya, pertanda akan tibalah hari raya besar Islam yaitu Hari Raya Iedul Adha atau yang lazim disebut sebagai Lebaran Haji atau hari raya qurban.

Kami sekeluarga (hanya 4 orang) dengan kecepatan sedang melaju diatas sepeda motor menyusuri jalan menuju kec. Ambalawi untuk merayakan Lebaran Haji bersama nenek dan keluarga besar di desa Talapiti.

Tak lupa oleh-oleh kesukaan nenek, sebungkus ‘nasi warung’ alias nasi bungkus berlauk ayam bakar dan sebuah balsem otot untuk memijat beliau yang belakangan ini sulit tertidur dimalam hari karena kesakitan.

Belum pulih, masih harus dipapah
Belum pulih, masih harus dipapah

Kondisi  kesehatan nenekku satu-satunya (yang tersisa di dunia ini) beberapa minggu terakhir semakin memburuk. Dua minggu lalu beliau mendadak merasakan sakit yang teramat sangat pada bagian tulang punggung bagian bawah seusai melakukan aktivitas hariannya menjaga sepetak sawah di dekat rumah serta menyirami tanaman sirihnya, sebuah aktivitas yang dia lakoni hampir sepanjang hidupnya.

Untuk ukuran seorang nenek yang berumur 85 tahun, banyak orang yang berkata beliau terlalu tua untuk melakukan semua itu, tetapi tidak mudah untuk membujuk beliau agar tidak  pergi bekerja di sawah atau melakukan pekerjaan berat lainnya.

Sayapun pernah mencoba dan lalu menyerah meyakinkannya untuk tetap di rumah, dan akhirnya saya yang harus meyakini bahwa aktivitas berat itu pulalah yang membuat sang nenek tercinta tetap bisa bertahan di usia nya yang semakin senja.

Satu hal yang menarik tentang nenek ku ini, semenjak saya SMA sepuluh tahun yang lalu beliau sering mengatakan agar saya tidak jauh-jauh meninggalkan beliau. Menurutnya, semenjak ditinggal mati oleh kakekku pada medio 1990-an beliau memiliki firasat bahwa ajalnya tidak lama lagi.

Sepuluh tahun terakhir ini demamnya sering kambuh, sejak saat itu setiap pertemuanku dengannya seakan-akan sebuah pertemuan terakhirnya yang selalu diusaikan dengan haru airmata perpisahan.  Seperti minggu lalu, saat seluruh keluarga besar termasuk tante di Jakarta yang mesti secepatnya pulang Ke rumah nenek karena kondisi kesehatannya yang sangat memburuk dan pesan lisan beliau agar seluruh anak, cucu, cicit, dan keluarga besar lainnya datang bertemu untuk yang terakhir kalinya. Sebuah firasat yang belum terbukti sampai hari ini, buktinya tadi pagi saya masih sempat menyuapi beliau makan dan memapahnya untuk mengikuti pemotongan hewan qurban di halaman rumah. Semoga dipanjangkan umur beliau, Amin… 🙂

Kambing Qurban didandani
Kambing Qurban didandani, diberi bedak, minyak goreng pengganti minyak rambut, dan disisir bulunya. Tidak lupa cermin untuk ‘ngaca’ biar keliatan kece…

Lebaran haji kali ini sebagai kado untuk nenek tercinta keluarga dari Bima secara khusus membelikan seekor kambing Qurban untuk beliau. Tadi pagi, seusai melaksanakan sholat Iedul Adha di masjid desa dan ziarah ke makam Almarhum Kakek tercinta, nenek masih menyempatkan diri mengikuti pemotongan kambing Qurban.

Beliau sudah lebih baikan, walaupun masih harus dituntun tetapi tenaga beliau masih memungkinkan untuk berjalan kaki. Kambing jantan itu terlebih dahulu dimandikan, dan didandani sesuai dengan adat Bima dalam melaksanakan Qurban. Sedikit bedak, minyak goreng untuk membuat bulu kambing semakin berkilat, dan lalu disisir… (mungkin sang kambing dibuat berpenampilan maksimal sebelum ‘diakhiri’ masa hidupnya di dunia)

Setelah dipotong, lalu daging Qurban dibagikan kepada masyarakat sekitar sesuai dengan tuntunan pembagian daging Qurban.

Alhamdulillah Ya Allah… masih kau berikan nikmat dan kesehatanMu untuk nenek tercinta. Semoga kami semua bisa senantiasa mencitai dan membahagiakannya di sisa umurnya.

5 tanggapan untuk “Kambing Qurban, Sebuah Kado Untuk Nenek

Tinggalkan komentar